Oleh : Sultan mahesa jenar
Musuh Islam Sebenarnya dan Bagaimana Mengenalinya
Musuh Islam sebenarnya saat ini bukan hanya Yahudi, Nasrani, Komunis
tetapi juga sesame muslim sendiri. Kebanyakan dari golongan muslim yang
menghancurkan Islam, mereka tidak menyadari bahwa tindakannya hanya akan
menghancurkan Islam itu sendiri. Berkumpul bersama mereka, berdiskusi,
atau bahkan hanya melihat mereka, dapat membawa kegelapan dihati kita.
Berdebat dengan mereka adalah tindakan yang terburuk.
Dibalik perhatian mereka yang baik terhadap ibadah mereka, dan hanya
Allah swt dan nabi saw yang mengetahuinya, mereka tak dapat menolong
diri mereka sendiri untuk menjadi korban dari ibadahnya sendiri. Muslim
yang tumbuh dalam lngklungan islam dan semenjak kecil dalam didikan
sekolah Islam hingga ketingakt universitas, kurikulum agama islam yang
mereka pelajari berdasarkan akidah yang akan menghancurkan Islam itu
sendiri.
Media massa, televise, radio , surat kabar, walaupun merupakan
program yang sangat relijius, juga artikel mereka di surat kabar
merupakan hal yang sangat mendistorsikan pemahaman keislaman. Dan hal
ini tak dapat mengangkat citra islam bahkan membuat perpecahan
dikalangan umat Islam sendiri. Tetapi mereka masih mengatakan hal itu
sesuatu yang islami.
Jangan harapkan mereka, kecuali keburukan saja dari golongan seperti
ini. Allah swt telah menuliskan bimbingan dan epetance, bahwa hanya
dengan rasa memiliki kepada nabi saw melalui barakah Awliya, mereka
dapat menghitung kehidupannya dan melalui pandangan ampunan dan
meletakan mereka dibawah sayap intercession.
Dalam pandangan saya , saya hanya melihat satu cara bagaimana
menghadapi mereka di Amerika dan didunia barat, dan hal itu adalah
dengan cara menjauh dari mereka dan peringati masyarakat tentang mereka.
Seoarng syaikh yang saya ketahui mengatakan kepada para murid-muridnya
untuk menjauhi mereka, mereka adalah musuh sesungghnya bagi Islam, dan
berbicara dengan mereka akan membawa kegelapan pada hati, bahkan pada
seluruh sisa umur kehidupan mereka. Dan butuh waktu seratus tahun untuk
membersihkan racun dari hati akibat racun dari ibadah mereka.
bagaimana cara mengenali mereka? Disini ada beberapa elemen dasar
ciri-ciri mereka sehingga kita dapat menghindari mereka dalam kehidupan
didunia maupun diakherat nanti. Insya Allah. Satu-satunya harapan untuk
Islam di bumi ini adalah….dst
1. Salat mereka tidak sesuai dari salah satu dari ke empat mazhab
dalam islam. Khususnya ketika mereka mengangkat tangan mereka setelah
ruku dan menyilangkan tangan mereka diantara ruku dan sujud.
Cara mereka ketika Tashahhud ( ketika duduk tahiyat) dan menggerakan
jari telunjuk mereka terus menerus selama tasahud tersebut. Pemahaman
mereka terhadap sunah Mustafa, hadist Nabi saw, sangat kontradiksi
dengan dengan seluruh mazhab meskipun mereka menggunakan hadist yang
sama yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,” Nabi saw menggerakkan
telunjuknya ketika tashahud. Beberapa mazhab hanya menggerakkan tangan
sekali saja, kecuali mazhab Maliki dalam seluruh tashahud tetapi hanya
menggerakkan kekiri dan kekanan tidak keatas dan kebawah. Mereka membuat
cara yang baru dengan menggerakn telunjuk kesegala arah yang sangat
bertentangan dengan cara-cara yang disebutkan dalam ke 4 mazhab.
Mereka tidak mengangkat tangan mereka ketika berdoa, mereka tidak
menutup kepala mereka ketika solat atau dalam keseharian mereka,
meskipun telah diketahui selama berabad-abad, bahwa lelaki yang tidak
menutupi kepalanya adalah seperti mereka yang telah kehilangan harga
diri dan kehormatannya ( Makhrum al –Muru’a). Mereka tak pernah memakai
surban, yang merupakan sunnah Nabi saw, yang selalu digunakan oleh para
sahabah dan tabi’in.
Dalam beberapa acara mereka memakai Iq’al. Yang sangat bertentangan
dengan sunah, tidak pernah Nabi saw menggunakan Iq’al selama hidupnya.
Mereka tidak pernah melakuakn Shalat Israq, 2 rakaat sunah setelah
matahari terbit, Bila hal ini masih belum cukup untuk mengenali
tanda-tanda mereka dan menghindari berkumpul bersama mereka bahkan
menjauh dari mereka, maka ada beberapa cirri-ciri mereka lainnya seperti
disebutkan dibawah ini.
Mereka berkata, bahwa solat mereka hanya mengikuti Quran dan sunah
saja. Berarti kehidupan Islam yang dibangun muslim selama lebih dari 13
abad, sebelum faham mereka muncul pada tahun 1930 an mereka katakan
tidak mengikuti Quran dan Sunah. Tetapi mereka juga mengatakan kembali
kepada sunah adalah keharusan, jangan dengarkan para Imam 4 mazhab atau
ulama islam lainnya, siapapun mereka.
Mayoritas muslim akan berpegangan pada Ulama Besar Islam dijaman awal
yang mengatakan,” Jika kalian melihat apa yang saya katakan dan hal itu
bertentangan dengan sunah Nabi saw, maka abaikan apa yang saya katakan,
dan ikuti sunah saja”. Kata-kata ini menggambarkan betapa rendah
hatinya ulama besar jaman awal yang tidak ingin menonjolkan diri, tetapi
saat ini mereka menghantam saja. Mereka tidak memperhatikan , bahwa
Imam yang mengatakan hal ini juga mengatakan,” Jika Nabi saw
meninggalkan ku meski hanya satu malam, saya akan menganggap diriku
sebagai hipokrit”. Ini adalah ucapan Abu Hanifa Ibn Numan, mudah-mudahan
Allah merahmatinya.
Mereka juga berkata,”Mereka adalah manusia biasa dan kita juga
manusia”. Kita tahu saat ini yang mereka tak tahu. Yang paling moderat
diantara mereka adalah mereka yang tidak berbicara negative mengenai
Imam ke 4 mazhab, meskipun demikian mereka tetap tidak mengikuti
kebiasaan Imam ke-empat Madzhab tsb. imam tsb. Mereka mengikuti cara
mereka sendiri berdasarkan buku terkenal Sifat Salat Nabi saw, oleh
Nasrudin al Albani, Albani bahkan tidak pernah bisa membuktikan bahwa ia
telah mendapat Ijazah untuk mengajar dari gurunya, tentu saja saya
lebih mengikuti Imam Malik, Abu Hanifa, Imam Syafi’I atau Ibn Hambali.
Satu dari argument terburuk mereka, adalah bertanya mengenai dalil
dari Al-Quran dan Sunah yang menjadi pedoman para Ulama Besar tadi.
Mereka tidak mengerti bahwa Al-Quran dan Sunah adalah pilar yang mana
antaralainnya terbukti termasuk juga Qiyas, Ijma’a, Qaul para Sahabat.
Dan juga yang tak kalah pentingnya adalah Maaruf, atau berdasarkan
pendapat orang yang memiliki moral yang baik dan setuju bahwa amalan
tersebut adalah baik.
Jika kalian bertanya kepada mereka mengenai kebiasaan muslim di
seluruh dunia memperingati hari kelahiran atau Mawlid Nabi, maka mereka
akan mengatakan Bid’ah.
Masjid-masjid mereka hanya memiliki dinding yang putih saja, padahal
rumah dan kantor mereka penuh hiasan kaligrafi. Tak perlu bertanya
kepada mereka mengapa demikian, karena mereka tak akan menjawabnya.
Mereka mungkin saja sangat dermawan dan kaya, tetapi berhati-hatilah apa
yang mereka katakan dibelakang kalian jika kalian mengatakan bahwa
kalian adalah murid dari Syaikh ini. Itulah adalah salah satu dosa
terbesar dalam pandangan mereka jika kalian memiliki Syaikh.
Mereka mungkin memaafkan kalian jika kalian tak tahu ilmu agama,
tetapi mereka tak akan memaafkan kalian jika kalian mempelajari agama
melalui seseorang Mursyid. Mereka lebih memilih belajar melalui buku,
video tape atau melalui universitas mereka.
Poin terakhir dalam bagian ini adalah interpretasi literal mereka
dalam sebuah hadis Nabi saw seperti,” Apa yang terdapat di bawah engkel
adalah neraka!. Disisi lain mereka cenderung untuk mencari interpretasi
sendiri, tetapi paling obvious dari hadist kewalian,” “Aku akan menjadi
mata baginya bagi apa yang dilihatnya, menjadi pendengarannya ketika ia
mendengar, menjadi tangannya untuk memegang, dan menjadi kakinya dimana
ia melangkah”. Pernah saya katakan hadist ini kepada seorang teman di
perpustakaan Islamic Center dan satu dari mereka yang duduk disebelahku
berkata,” Ini adalah Hululiya!”. Saya tak dapat menahan berkata,” Jika
Nabi saw berkata ini adalah hululiya maka saya hululiya!”.
Wa min Allah at Tawfiq.
Mutiara Hikmah
Wednesday, 27 February 2013
Tuesday, 18 September 2012
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Oleh:Sultan mahesa jenar
definisi ahlus sunnah wal jama'ah
Setelah menelaah dari berbagai referensi dan rujukan yang secara spesifik menjelaskan pengertian Ahlussunnah wa Al Jamaah, bisa difahami bahwa definisi Ahlussunnah wa Al jamaah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum dan definisi secara khusus .
* Definisi Aswaja Secara umum adalah : satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih) dan hakikat ( Tasawwuf dan Ahlaq ) .
* Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah : Golongan yang mempunyai I’tikad / keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya’iroh dan Maturidiyah.
Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah merupakan juz dari definisi yang secara umum, karena pengertian Asya’iroh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan golongan Asya’iroh dengan nama Ahli sunnah Wa Al Jamaah hanyalah skedar memberikan nama juz dengan menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq mengatakan : pada zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan Ahlussunnah wal jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah, musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga meyebutkan; bahwa elemen Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam ahli fiqih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah, ulama’ lughat dan ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf.
II. Pengertian Sunnah dan ajaran-ajarannya
Kalimat Sunnah secara etimologi adalah Thoriqoh ( jalan ) meskipun tidak mendapatkan ridlo. Sedangan pengertian Sunnah secara terminlogi yaitu nama suatu jalan yang mendapakan ridlo yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW, para khulafa’ al Rosyidin dan Salaf Al Sholihin. Seperti yang telah disabdakan oleh Nabi :
عَلَيكُمْ بِسُنَّتيِ وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي
Ikutilah tindakanku dan tindakan para khlafaurrosyidin setelah wafatku.
Sedangkan pengertian kalimat Jamaah adalah golongan dari orang-orang yang mempunyai keagungan dalam Islam dari kalangan para Sahabat, Tabi’in dan Atba’ Attabi’in dan segenap ulama’ salaf As solihin.
Setiap ajaran yang berdasarkan pada Usul Al syari’ah dan Fur’nya dan pernah dikerjakan oleh para nabi dan Sahabat sudah barang tentu merupakan ajaran yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah wa aal jamaah seperti : Shalat Tarawih, witir, baca shalawat, ziarah kubur, mendo’akan orang yang sudah mati dll.
III. Definisi Bid’ah
Bid’ah dalam ma’na terminologi ( Syara’) menurut syaih Zaruq dalam kitabnya Iddah Al Marid yaitu semua perkara baru dalam agama yang menyerupai salah satu dari bentuk ajaran agama namun sebenarnya bukan termasuk dari bagian agama, baik dilihat dari sisi bentuknya maupun dari sisi hakikatnya. Dan pekara tersebut berkesan seolah-olah bagian dari jaran Islam seperti : membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan Shalat dengan diiringi alat-alat musik yang diharamkan, keyakinan kaum mu’tazilah, Qodariyah, Syi’ah, termasuk pula paham-paham liberal yang marak akhir-akhir ini. Karena berdasarkan pada Ayat Al-Qur’an :
" وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِنْدَ البَيْتِ الاَّ مُكاَءً وَتَصْدِيَةً " الانفال 35
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. QS: Al Anfal 35
Dan Hadits Nabi yang berbunyi:
عن أم المؤمنين أم عبد الله عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :" مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ".
Dari A’isyah RA. Rasulullah bersabda : barang siapa menciptakan hal baru dalam urusanku yang bukan termasuk dari golongan urusanku maka akan tertolak.
HR. Bukhari dan Muslim
Kalimat أحدث dalam Hadits diatas mengandung pengertian menciptakan dan membuat-buat suatu perkara yang didasari dari hawa nafsu. Sedangkan kalimat أمرنا mengandung suatu pengertian agama dan Syari’at yang telah di Ridlohi oleh Allah SWT.
Rasulullah juga bersabda dalam sebuah Hadits :
وروى مسلم في صحيحه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يقول في خُطبَتِهِ : " خَيرُ الحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ, وَخَيرُ الهَدىِ هُدَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم, وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلُّ مُحْدَثةٍ بِدعَةٌ, وَكُلُّ بِدعَةٍ ضَلَالَةٌ" ورواه البيهقي وفيه زيادة " وكل ضلالة في النار"
Rosululloh bersabda: “ paling bagusnya Hadits adalah Kitabnya Allah, dan paling bagusnya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW, dan paling jeleknya perkara adalah semua perkara yang baru, dan setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat”. HR. Muslim dan juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dengan tambahan kalimat “ setiap perkara sesat menempat dineraka” .
Dari adanya dua Hadits diatas para ulama’ menjelaskan bahwa secara prinsip, bid’ah adalah berubahnya Suatu hukum yang disebabkan karena meyakini suatu perkara yang bukan merupakan bagian dari agama sebagai salah satu bagian dari agama, bukan berarti setiap perkara baru lantas dikategorikan bid’ah, karena banyak hal baru yang sesuai dengan Usul Al Syar’ah dan tidak dikategorikan bid’ah, atau hal-hal baru yang sesuai dengan Furu’ Al Syari’ah yang masih mungkin di tempuh dengan jalan Analogi atau qiyas sehingga tidak termasuk kategori Bid’ah . berarti tidak semua ritual yang baru serta-merta dikategorikan sebagai perbuatan bid’ah seperti ritual tahlil tujuh hari,40 hari dan seratus hari dari kematian mayat, ziarah kubur, tawassul, mendoakan orang mati dll.
Imam Muhmmad Waliyuddin As Syabsiri dalam Syarah Arba’n Nawawi mengupas pengertian Hadits Nabi yang berbunyai :
مَنْ أَحدَثَ حَدَثًا اَوْ آوَى مُحدثًا فَعَليهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barang siapa menciptakan perkara baru atau melindungi pencipta perkara baru mak dia berhak mendapatkan laknat Allah.
Hadits tersebut diatas memasukkan berbagai bentuk bentuk bid’ah seper Aqad fasid, memberi hukum tanpa Ilmu, penyelewengan dan semua hal yang tidak sesuai dengan syari’at. Namun apabila perkara baru itu masih sesuai dengan qonun syari’at maka tidak termasuk kategori bid’ah seperti menulis mushaf, meluruskan madzhab, menulis ilmu nahwu ,Khisab dll.
Syaih Izzuddin ibni Abdis Salam menggolongkan perkara baru ( Bid’ah ) menjadi lima hukum yaitu :
1. Bid’ah wajib seperti : mempelajari ilmu nawu, dan lafad-lafad yang ghorib dalam Al-Qur’an dn Hadits dan semua disiplin ilmu yang menjadi perantara untuk memahami syari’at.
2. Bid’ah Haram seperti : Faham Madzhab Qodariah, Jabariah dan Mujassimah.
3. Bid’ah Sunnah Seperti : Mendirikan Pondok, Madrasah dan semua perbuatan baik yang tidak pernah ditemukan pada masa dahulu.
4. Bid’ah Makruh Seperti : Menghias MAsjid dan Al-Qur’an.
5. Bid’ah Mubah seperti : Mushofahah (Jabat tangan) setelah Shalat Subuh dan Ashar dll.
IV. Kriteria penggolongan Bid’ah
Dalam menggolongkan perkara baru yang menimbulkan konsekwensi hukum yang berbeda-beda, Ulama’ telah membuat tiga kriteria dalam persoalan ini .
1. Jika perbuatan itu mempunyai dasar yang kuat berupa dalil-dalil syar’i, baik parsial ( juz’i ) atau umum, maka bukan tergolong bid’ah, dan jika tidak ada dalil yang dibuat sandaran, maka itulah bid’ah yang dilarang.
2. Memperhatikan apa yang menjadi ajaran ulama’ salaf ( Ulama’ pada abad I,II dan III H , jika sudah diajarkan oleh mereka, atau memiliki landasan yang kuat dari ajaran kaidah yang mereka buat, maka perbuatan itu bukan tergolong Bid’ah.
3. Dengan jalan Qiyas. Yakni mengukur perbuatan tersebut dengan beberapa amaliah yang telah ada hukumnya dari Nash Al-Qur’an dan Hadits. Apabila identik dengan perbuatan haram, maka perbuatan baru itu tergolong Bid’ah yang diharamkan. Apabila memiliki kemiripan dengan yang wajib, maka tergolong perbuatan baru yang wajib. Dan begitu seterusnya.
V. Hal-hal baru yang tidak tergolong Bid’ah
Dari pengertian Bid’ah diatas, memberikan suatu natijah atau kesimpulan bahwa ada sebagian amal Bid’ah yang sesuai dengan syari’at dan justru ada yang hukumnya sunnat dan fardlu kifayah. Oleh sebab itu Imam Syafi’i berkata :
" ما أَحْدَثَ وَخَالَفَ كِتَابًا اَو سُنَّةً او إِجمَاعًا او أثرًا فهو البِدْعَةُ الضَّالَّةُ, وَمَا أحْدَثَ مِنَ الخَيرِ وَلَمْ يُخَالِفْ شَيئًا من ذلك فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُودَةُ "
“ Perkara baru yang tidak sesuai dengan Kitab Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Atsar sahabat termasuk bid’ah yang sesat, dan perkara baru yang bagus dan tidak bertentangan dengan pedoman-pedoman tersebut maka termasuk Bid’ah yang terpuji “
1. Ziarah kubur.
Tidak diragukan sama sekali, bahwa hukum berziarah ke makam kerabat atau auliya’ adalah sunnah, dan hal ini telah disepakati oleh semua ulama’. Terdapat banyak Hadits yang menjelaskan kesunnahan ziarah kubur, diantaranya adalah :
عن بريدة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " قَدْ كُنْتُ نَهَيتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمدٍ فيِ زِيَارةِ قَبرِ أُمِّهِ فَزُورُهَا فإنَّهَا تُذَكِّرُ الآخرةَ. رواه الترمذي
“ dari Buraidah. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda “ saya pernah melarang kamu berziarah kubur, tetapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah kemakam ibunya. Maka sekarang berziarahlah ! karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat. HR. Al Thirmidzi
Ziarah kubur juga sunnah mu'akkad dilakukan di makam Rasulullah SAW dan juga makam para nabi yang lain, bahkan ada sebagian ulama' yang mewajibkan ziarah kubur kemakam Rasulullah SAW bagi orang yang mendatangi kota madinah. Namun sebaiknya ketika seseorang hendak melakukan ziarah ke makam Rosul hendaklah niat ziarah ke masjid Nabawi dan setelah itu baru melaksanakan ziarah ke makam Rosul dengan cara mengucapakan kalimat " السَّلاَمُ عَلَيكَ يَا رَسُولَ الله " dengan sura pelan dan penuh tata karma. Tersebut dalam sebuah Hadits:
مَنْ زَارَنِي بَعْدَ مَمَاتِي فَكَأَنَّمَا زَارَنِي فِي حَيَاتِي } رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ ، وَابْنُ مَاجَهْ ،}
Barang siapa berziarah padaku setelah wafatku, maka seakan akan dia berziarah padaku pada masa hidupku
مَنْ زَارَ قَبْرِي وَجَبَتْ لهُ شَفَاعَتِي عن ابن عمر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :"Dari Ibnu Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah bersabda : barang siapa berziarah kemakamku, maka pasti akan mendapatkan Syafa'at ( pertolongan ) ku" HR. Al Thobroni
2.Tawassul.
Kalimat Tawassul secara bahasa adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Wasilah artinya adalah sesuatu yang dijadikan Allah SWT. Sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan pintu menuju kebutuhan yang diinginkan. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
QS: Al Maidah : 35
Dengan demikian, tawassul tidak lebih dari sekedar upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, sedangkan wasilah adalah sebagai media dalam usaha tersebut. Tujuan utamanya tidak lain adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT, tidak ada sedikitpun keyakinan menyekutukan Allah SWT.( Syirik ).
Kebolehan Tawassul juga telah disebutkan oleh Nabi dalam Haditsnya :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ," تَوَسَّلُوا بِي وَبِأَهْلِ بَيتيِ الىَ اللهِ فإنَّهُ لَا يُرَدُّ مُتَوَسِّلٌ بِنَا"
" Rasulullah SAW bersabda : Bertawassullah kalian dengan aku dan dengan para keluargaku, sesungguhnya orang yang bertawassul dengan aku tidak akan ditolak"( HR.Ibnu Hibban )
3. Tabarruk ( Mencari Berkah )
Secara Etimologi kata berkah berarti tambah, berkembang. Selanjutnya kata barokah digunakan dalam pengertian bertambahnya kebaikan dan kenuliyaan. Jadi Barokah adalah rahasia dan pemberian Allah SWT yang dengannya akan bertambah amal- amal kebaikan., mengabulkan keinginan, menolak kejahatan dan membuka pintu menuju kebaikan dengan anugrah Allah SWT. Dari pengertian ini barokah adalah bagian dari rahmat dan anugerah Allah SWT. Allah SWT berfirman :
وَجَعَلَنيِ مُبَارَكًا أَيْنَمَا كُنْتَ. مريم 31
" Dan dia menjadikan aku seorang yang diberkati dimana saja aku berada " QS : maryam 31
"رَحَمْةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيكُم أَهلَ البَيتِ "هود 73
" Rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait !
Para ulama' telah banyak membicarakan hukum mengambil barokah, dan berkesimpulan bahwa mengambil barokah dari orang , tempat atau benda hukumnya adalah boleh dengan syarat tidak dilakukan dengan cara-cara yang menyimpang syari'at Allah SWT.
Berikut adalah dalil-dalil kebolehan mengambil berkah :
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ. البقرة 248
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.QS: Al-Baqarah 248
عن ابن جدعان: قال ثابت لأنس رضي الله عنه : أَمَسَسْتَ النبيَ صلى الله عليه وسلم قال نَعَمْ فَقَبَّلَهَا . رواه البخاري
" Dari Ibnu Jad'an, berkata Tsabit kepada Anas ra : Apakah tanganmu pernah menyentuh Nabi SAW ? Anas menjawab : ya, maka Tsabit menciumnya ". HR. Bukhori
Diriwayatkan oleh Al Khotib dari Ali dari Maimun, berkata : aku mendengar Imam Syafi'I berkata : " sesungguhnya aku mengambil barokah dari Abu Khanifah dan aku mendatangi makamnya setiap hari, maka jika aku mempunyai hajat, aku shalat dua rakaat dan mendatangi makam Abu Hanifah lalu berdo'a meminta kepada Allah SWT. Tidak lama kemudian hajatku terpenuhi".
Kesimpulannya, mengambil barokah dari orang-orang yang shaleh adalah perbuatan yang terpuji. Apa yang dilakukan oleh para sahabat Nabi serta pengukuhan dari Rasulullah SAW cukup untuk dijadikan sebagai dalil.
4. Selamatan & Berdo'a untuk orang mati
Ritual mendoakan orang mati sudah biasa dilakukan bahkan sudah menjadi adat orang jawa setiap kali ada salah satu keluarga yang meninggal mereka mengadakan selamatan dihari ke-7 atau ke-40 dari kematian keluarganya dengan mengundang tetangga setempat dan dimintai bantuan untuk membaca surat Yasin, Tahlil dan berdo'a untuk mayat.
Hal tersebut diatas diperbolehkan menurut Syari'at, bahkan bagian dari amal ibadah yang pahalanya bisa sampai kepada yang meninggal. Bukankah bacaan Al-Qur'an, Tahlil dan bersedekah, menyajikan suguhan untuk para tamu adalah bagian dari amal Ibadah. Dalam sebuah Hadits dinyatakan :
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه, أَنَّ النَبِيَّ صلى عليه وسلم سُئِلَ فقال السَائِلُ يا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنَحُجُّ عَنهُمْ وَنَدْعُو لَهُمْ هَلْ يَصِلُ ذَلِكَ إِلَيْهِمْ ؟ قَالَ : نَعَمْ إنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ لَيَفْرَحُونَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بالطَّبْقِ إذاَ أُهْدِيَ إِلَيْهِمْ. رواه ابو حفص العكبري
Dari Anas ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya seseorang: " wahai Rasulullah SAW, kami bersedekah dan berhaji yang pahalanya kami peruntukkan orang-orang kami yang telah meninggal dunia dan kami berdoa untuk merek, apakah pahalanya sampai pada mereka ? Rasulullah SAW menjawab : Iya, pahalanya betul-betul sampai kepada mereka dan mereka sangat merasa gembira sebagaimana kalian gembira apabila menerima hadiah. HR. Abu Khafs Al Akbari.
VI. Sekilas Pembaharuan Agama
Ketika keintelektualan lebih mengedepankan nafsu serta semangat yang menggebu-gebu dengan dalih memurnikan agama tanpa disertai dengan pemahaman agama secara benar, maka yang terjadi justru pembaharuan- pembaharuan yang menyimpang dari ajaran yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. pada pembahasan ini akan mengetengahkan pembaharu-pembaharu ( Mujaddid) Islam yang telah melakukan banyak penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
1. Faham Ibnu Taimiyah
Di akhir masa 600 H, muncullah seorang laki-laki yang jenius yang telah banyak menguasai berbagai jenis disiplin ilmu, dialah Taqiyuddin ahmad bin Abdul Hakim yang dikenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Ia dilahirkan di desa Heran, sebuah desa kecil di Palestina. Ia hidup sezaman dengan Imam Nawawi salah satu ulama; terbesar madzhab Syafi'i.
Ia merupakan sosok pribadi yang memiliki karakter pemberani, yang selalu mencurahkan segala sesuatu untuk madzhabnya, dengan keberanian yang ia miliki, ia telah menemukan hal baru yang sangat tabu dan jauh dari kebenaran, karena yang menjadi dasar pendiriannya ialah mengartikan ayat-ayat dan hadits-hadits nabi Muhammad yang berkaitan dengan sifat-sifat tuhan menurut arti lafadznya yang dlohir, yakni hanya secara harfiyah saja, oleh sebab itu menurut Ibnu Taimiyah " Tuhan itu memiliki muka, tangan, rusuk dan mata, duduk bersila, dating dan pergi, tuhan adalah cahaya langit dan bumi karena katanya semua itu disebut dalam Al Qur'an".
Kontroversi yang ia ucapkan tidak hanya terbatas pada permasalahan ilmu kalam, melainkan juga menyinggung beberapa permasalahan ilmu fiqih :
* Bepergian dengan tujuan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW setelah beliau wafat hukumnya maksiat
* Talak tiga tidak terjadi ketika diucapkan dengan sekaligus ( hanya jatuh satu )
* Seorang yang bersumpah akan mencerai istrinya , lalu ia melanggar sumpahnya, maka perceraian itu tidak terjadi.
2. Faham Wahabi
Pada pertengahan kurun ke 12 muncul seorang yang bernama Muhammad bin Abdul Wahab yang berdomisili di Najd yang termasuk kawasan Hijaz, ia dilahirkan pada tahun 1111 H, dan meninggal pada tahun 1207 H. pada mulanya ia memperdalam ilmu agama dari ulama'-ulama; ahli sunnah di makkah dan madinah termasuk diantaranya adalah syaih Muhammad Sulaiman Al Kurdi dan syaih Muhammad Hayyan Assindi, diantara guru yang pernah mengajarkan ilmu kepadanya, jauh sebelum ia membuat pergerakan telah berfirasat kalau disuatu hari nanti ia tergolong orang yang sesat dan menyesatkan, itupun akhirnya menjadi kenyataan, firasat ini juga dirasakan oleh ayah dan saudaranya ( Syeh Sulaiman ).
Muhammad bin Abdul Wahab pada masa mudanya banyak membaca buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan pemuka-pemuka lain yang sesat, sehingga ahirnya membangun faham Wahabiyah yang terpusat ditanah Hijaz sebagai penerus tongkat estafet dari ajaran Ibnu Taimiyah, bahkan lebih extrim dan radikal daripada Ibnu Taimiyah sendiri, sebab ia sangat mudah memberikan label kafir kepada setiap orang yang tidak mau mengikuti fahamnya. Langkah yang ia tempuh dalam mengembangkan fahamnya ialah dengan memberikan tambahan- tambahan baru dari ajaran Ibnu Taimiyah yang semula dianutnya.
* Poin-poin dasar faham wahabiyah
1. Allah adalah suatu jisim yang memiliki wajah, tangan dan menempat sebagaimana mahluq juga sesekali naik dan turun ke bumi.
2. Mengedapankan dalil Naqli daripada dalil aqli serta tidak memberikan ruang sedikitpun pada akal dalam hal-hal yang berkenaan dengan agama ( keyakinan)
3. Mengingkari Ijma' ( Konsensus )
4. Menolak Qiyas ( Analogi )
5. Tidak memperbolehkan Taqlid kepada Ulama' Mujtahidin dan mengkufurkan kepada siapapun yang taqlid kepada mereka
6. Mengkufurkan kepada ummat Islam yang tidak sefaham dengan ajarannya
7. Melarang keras bertawassul kepada Allah melalui perantara para Naabi, Auliya' dan orang- orang sholeh
8. Memvonis kafir kepada orang yang bersumpah dengan menyebut nama selain Allah
9. menghukumi kafir kepada siapa saja yang bernadzar untuk selain Allah.
10. Menghukumi kafir kepada secara muthlak kepada siapapun yang menyembelih disisi makam para nabi atau orang-orang Sholeh.
Perkembangan ajaran Wahabiyah yang disinyalir melalui cendekiawan-cendekiawan pada akhirnya juga sampai di tanah air kita Indonesia, hal ini diawali dengan maraknya pergerakan-pergerakan diawal abad ke-20 yang bertopeng keagamaan.
Diawali dengan terbentuknya organisasi Wathoniyah pada tahun 1908 M. kemudian disusul organisasi Serikat Islam pada tahun yang sama, hanya saja berkecimpung dalam masalah perdagangan. Dan puncaknya dibentuklah sebuah ormas pada tanggal 18 Desember 1912 oleh seorang cendekiawan yang berfaham Wahabi, kendati organisasi ini lebih berorientasi pada masalah social keagamaan, namun kelahirannya dibumi pertiwi ini menyebabkan keretakan diantara Muslim Indonesia yang pada umumnya berhaluan faham Ahli Sunnah Wal jamaah,
Propaganda yang dilakukan oleh cendekiawan wahabi ialah dengan melakukan pendekatan pada masyarakat awam, setelah terpedaya kemudian mereka mengeluarkan trik-trik baru yang justru lebih berbahaya dampaknya, yaitu dengan menanamkan benih-benih permusuhan dan rasa sentiment pada para ulama' salaf dan golongan yang tidak sefaham dengan mereka.
3. Faham Ahmadiyah
Pendiri golongan ini bernama Mirza Ghulam Ahmad, ia dilahirkan didesa Qodliyan Punjab Pakistan pada tahun 1836 M. dia tidak hanya mengaku sebagai imam Mahdi yang ditunggu, Mujaddid dan juru selamat,tetapi stelah ia berumur 54 tahun ia memproklamirkan diri sebagai nabi yang paling akhir sesudah nabi Muhammad SAW dan benar-benar mendapatkan wahyu dari Allah SWT.
Poin-Poin faham Ahmadiyah yang menyimpang dari Syari'at
1. Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi terahir
2. Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa yang dijanjikan.
3. Syari'at Islam belum sempurna, tetapi disempurnakan oleh Syari'at Mirza Ghulam Ahmad.
4. Jaringan Islam Liberal
Belakangan ini gegap gempita pemikiran dan aliran yang muncul dikalangan Islam di Indonesia begitu deras, sehingga berimplikasi pada sebuah kebebasan yang seakan tak terbatas. Disana-sini bermunculan aliran dan sekte-sekte, termasuk salah satunya adalah Jaringan Islam Liberal ( JIL ).
Sebagai komunitas yang berslogan " Menuju Islam yang ramah, toleran dan membebaskan " JIL hadir layaknya sebuah alternatif yang begitu intelektual dan cerdas. Mereka begitu Ofensif sehingga berhasil menciptakan jaringan dengan tidak kurang dari 51 koran dan membuat radio 68 Hyang beberapa acaranya dipancarluaskan oleh jaringan KBR 68 H diseluruh Indonesia. Maka tak heran apabila pemikiran-pemikirannya begitu kuat mempengaruhi ummat.
Madzhab liberal merupakan aliran pemikiran Islam Indonesia yang menekankan pada kebebasan berfikir dan tidak lagi terikat dengan madzhab-madzhab pemikiran keagamaan ( terutama Islam ) pada umumnya, melampaui batas-batas cara berpikir sectarian organisasi dan politik. Bagi Madzhab liberal, yang paling penting adalah perlunya tradisi kritis dan perlunya Dekonstruksi atas pemahaman lama yang telah berkembang ratusan tahun. Islam seharusnya difahami secara modern dan rasional, karena Islam merupakan agama yang rasional dan mengutamakan rasionalitas yang dalam bentuk konkritnya berupa Ijtihad. Islam harus dipahami secara kontekstual, progressif dan emansipatoris. Dengan pemahaman seperti ini maka Islam akan mengalami kemajuan, bukannya kemunduran.
VII. Metode Pembentengan Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah
Dalam membentengi aqidah Ahlus Sunnah wal jamaah agar tetap eksis dan menjadi panutan masyarakat, tentunya perlu diterapkan metode yang jitu dan tidak terkesan radikal. Upaya penyampaian tentang pentingnya mempertahankan aqidah ahli sunnah wal jamaah bisa ditempuh dengan berbagai macam cara, seperti memberikan pemahaman yang mendalam tentang hakikat aswaja dan bahayanya mengikuti faham- faham sesat yang banyak bermunculan melalui pertemuan- pertemuan khusus atau melalui majelis Dzikir, ketika Masyarakat berkumpul di Masjid untuk melaksanakan Shalat atau pengajian dan berbagai moment keagamaan lainnya.
Islam mengajarkan pada penganutnya untuk berda'wah dan mengajak sesama menuju kejalan yang benar dengan cara-cara yang terpuji, hal itu telah diuraikan dalam Al-Qur'an dan Hadits. Seperti halnya ajaran tentang mengajak masuk Islam dengan hikmah atau dalil dan hujjah juga dengan mau'idlah yang ada dalam ayat Al-Qur'an, dan hal itu tentu harus dengan menggunakan adab dan tata karma yang baik. Karena agama Islam identik dengan nasihat yang halus dan jauh dari kekerasan.
Banyak media yang bisa kita gunakan untuk menyampaikan nilai-nilai Aswaja kepada masyarakat luas yang selama ini masih minim dipraktekkan sebab kurangnya rasa peduli dari para nahdliyin.
Pengoptimalan Fungsi Masjid
Sebenarnya fungsi asal dibangunnya masjid selain untuk shalat seperti yang telah dijelaskan oleh Imam Samarqondi adalah sebagai tempat untuk Dzikir, Takbir, Tahlil, Menyiarkan Islam dan menjauhkan dari perbuatan syirik. Oleh sebab itu sudah saatnya para Ta'mir masjid dan pemuka agama mengaplikasikan fungsi- fungsi tersebut dengan mengadakan Khalaqah diwaktu-waktu tertentu untuk menyampaikan nilai-nilai faham Aswaja dengan tujuan menyelamatkan masyarakat dari pengaruh faham yang sesat dan menyesatkan.
Oleh karenanya pengoptimalan fungsi masjid dengan cara digunakan sebagai media penyampaian aqidah yang tegak sangat mutlaq diperlukan dizaman sekarang, mengingat bahayanya faham-faham baru yang berkedok Islam namun jauh melenceng dari nilai-nilai Islam secara sempurna.
Apabila upaya pengoptimalan tersebut telah kita lakukan, sedikit banyak masyarakat akan faham tentang Aswaja dan bahaya akiran-aliran sesat. Dan masjid yang kita miliki semakin tampak manfaat dan fungsi-fungsinya. Jangan sampai Masjid yang kita rawat dan kita tempati sehari-hari diambil alih oleh golongan- golongan yang tidak bertanggung jawab seperti yang telah diberitakan dalam sebuah situs NU Online yaitu :
Kehidupan beragama di Indonesia semakin tidak aman. Sekelompok orang yang mengatasnamakan Islam telah serampangan mengambil alih masjid-masjid milik warga (Nahdlatul Ulama) NU dengan alasan bid’ah dan beraliran sesat.
Allah SWT berfirman dalam Al Qur'an :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ. النحل 125
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. "QS: An Nahl 125
فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَّيّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى طه : 44
maka berbicaralah kamu berdua ( Musa dan Harun ) kepadanya( Fir'aun ) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." QS : Thaha 44
وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسْنًا البقرة 83
serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia." QS : Al Baqarah 83
Ayat-ayat diatas menjelaskan pada Ummat Islam bahwa ajakan menuju jalan Allah yang oleh ulama' ditafsiri dengan Agama Islam harus dengan menggunakan Hikmah, dan hikmah yang dimaksud dalam ayat tersebut diatas oleh ulama ditafsiri dengan burhan (dalil) atau hujjah, Allah juga memerintahkan untuk mengajak dengan Mau'idlah atau peringatan yang bagus.
Dalam surat Thaha diatas Allah memerintahkan pada nabi Musa dan Harus AS. Untuk bertutur kata yang halus kepada Fir'aun, agar Fir'aun bisa sadar atau takut kepada Allah. Sampai selentur itu ajaran Allah untuk berda'wah, padahal kita ketahui bersama bagaimana kekejaman dan kerasnya fir'aun dalam menentang agama Allah SWT.
Tuesday, 4 September 2012
Tawassul
Oleh : Sultan mahesa jenar
Berdoa
merupakan salah satu perbuatan yang sangat dianjurkan agama. Namun tidak jarang
kita temui seseorang
mendatangi ulama tertentu yang diyakini dekat kepada
Allah SWT. Kedatangan
orang tersebut dalam rangka memohon bantuan doa serta memohon untuk disambungkan
segala permintaannya kepada Allah SWT. Inilah yang disebut tawassul.
Bagaimanakah hukum tawassul?
Tawassul
merupakan salah satu cara
yang diayakini mempercepat terkabulnya doa. Dalam tawassul ada keutamaan, sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا
اتَّقُوْا اللهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيْلِهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ (المائدة:35)
Artinya
: Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan. (QS.Al-Maidah : 35)
Ayat di atas memberikan pengertian bahwa kita
harus mencari jalan atau cara untuk bisa
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu cara tersebut dengan melakukan
tawassul. Dengan tawassul kita
menjadikan para kekasih Allah SWT sebagai perantara menuju Allah SWT demi mencapai hajat. Itu lantaran kedudukan dan
kemuliaan para kekasih
Allah di sisi-Nya. Dengan ini,
dapat dipahami bahwa tawassul
adalah satu ajaran dalam Islam
dan di dalamnya terdapat keutamaan.
Sehubungan
dengan ayat di atas,
Al-Razi dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghaib,
menjelaskan bahwa tidak ada jalan lain untuk bisa sampai
kepada Allah kecuali dengan perantara guru (al-mu'allim) yang mampu mengajarkan
kita tentang pengetahuan (ma'rifat) tentang Allah SWT. Maka posisi guru di sini juga berfungsi sebagai wasilah
(perantara). Dari sini bisa disimpulkan bahwa keberadaan wasilah memang
sangat penting.
Sedangkan
wasilah itu sendiri adalah sesuatu atau orang yang dijadikan perantara. Selain
itu ada juga yang memberikan definisi bahwa wasilah itu adalah sesuatu yang
menyebabkan kita dekat dengan orang lain. (Lihat :Tafsir ar-Razi, J.VI/ h.49; At-Ta'rifat, J.I/ h.84). Saat kita menjadikan sesuatu berupa
amal baik kita sendiri atau amal baik orang lain sebagai wasilah, maka inilah
yang kemudian disebut sebagi tawassul.
Kepada siapakah kita layak
melakukan tawassul?
Jawaban:
Tawassul dilakukan kepada orang-orang
yang dicintai oleh Allah SWT. Dalam hal ini, orang yang dimaksud adalah Rasulullah
SAW. Bahkan dalam Al-Qur'an
dijelaskan bahwa seorang hamba yang telah melakukan kesalahan atau dosa, baik
besar maupun kecil dibolehkan datang kepada Rasulullah SAW. dalam rangka
pertaubatan. Yakni untuk supaya dirinya diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT dengan cara mengharap Rasulullah SAW
memintakan ampun kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana tersurat dalam Al-Qur'an :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ
لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوْا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ
فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ
تَوَّابًا رَحِيمًا (النساء:64)
Artinya
: Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul
melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika
menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa' : 64)
Namun dalam
melakukan tawassul tidak hanya boleh kepada Rasulullah SAW. Tawassul boleh dilakukan kepada orang-orang
yang keutamaannya dijamin oleh Rasul SAW. Orang-orang yang dimaksud antara lain
adalah para ulama' dan syuhada'. Hal ini berdasarkan hadits :
يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلاَثَةٌ
الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ (رواه ابن ماجه)
Artinya
: Ada tiga orang yang akan memberikan syafaat kelak pada hari kiamat. Yaitu
para Nabi, kemudian para ulama lalu para
syuahada' (HR. Ibnu Majah) (Lihat : Sunan Ibnu Majah,
J.XIII/h.28)
Bahkan
kebolehan melakukan tawassul kepada selain Rasulullah SAW pernah dilakukan oleh
sahabat Umar ra. Yakni tatkala beliau melakukan shalat Istisqa' (meminta
hujan). Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah riwayat :
عنْ أَنَسٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ - رضى الله عنه - كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ
عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ
بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا
فَاسْقِنَا . قَالَ فَيُسْقَوْنَ (رواه البخاري)
Artinya
: Dari Anas bin Malik ra. bahwa sesungguhnya apabila terjadi kemarau, Umar bin Khattab ra. meminta hujan dengan perantara Abbas
bin Abdul Mutthalib ra. seraya berdoa : "Ya Allah kami pernah berdoa dan
bertawassul kepadamu dengan Nabi SAW. Lalu engkau
turunkan hujan. Dan sekarang kami bertawassul kepadamu dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan".
Anas berkata, "Maka turunlah hujan kepada kami." (HR. Bukhari)
(Lihat : Shahih al-Bukhary, J.IV/H.191)
Riwayat di atas menunjukkan bahwa sahabat Umar
ra. bertawassul
kepada sahabat Abbas ra. Hal ini menunjukkan bahwa bertawassul kepada selain
Rasulullah SAW itu diperbolehkan. Termasuk juga bertawassul dengan para ulama,
yang keutamaanya juga ditegaskan oleh Rasulullah SAW. Tentang
pengertian ulama, Al-Qur'an
menjelaskan:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ
الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (فاطر:28)
Artinya
: Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fathir :28)
Ayat di atas menjelaskan bahwa dari sekian
banyak hamba yang takut kepada Allah
hanyalah ulama. Ar-Razi menafsirkan bahwa besarnya rasa "takut" di sini adalah sesuai dengan
pengetahuannya tentang Dzat yang ia takuti, yakni Allah SWT. Sebab hal ini
tidak terlepas dari pengertian kata ulama' itu sendiri yang memiliki makna
orang-orang yang alim atau mengerti.
Nah, dengan pengetahuan yang ia mengerti inilah rasa
takut kepada Allah muncul. Lebih jauh Ar-Razi menjelaskan bahwa sebaik-baik
orang alim (memiliki pengetahuan) adalah orang yang bila meninggalkan amal maka
dia dicela sebab ilmu yang dia miliki.
Dengan demikian, pengertian ulama adalah orang yang
memiliki pengetahuan yang diamalkan untuk kebaikan karena rasa takutnya kepada
Allah SWT semata. (Lihat : Tafsir ar-Razi J.XII/h.474)
Bagaimanakah cara bertawassul? Apakah melakukan tawassul
itu syirik?
Sebelum menghukumi tawassul, mari kita perhatikan
pengertian syirik. Syirik adalah menjadikan sesuatu sebagai bandingan terhadap
Allah dan menyembah selain-Nya. Seperti menyembah batu, kayu, matahari, raja,
dan lain sebagainya. (Lihat : al-Kaba’ir, h.8)
Sedangkan definisi tawassul sebagaimana dijelaskan di
atas adalah menjadikan seseorang sebagai perantara dalam usaha untuk memperoleh
kedudukan yang tinggi di sisi Allah atau untuk mewujudkan keinginan dan
cita-citanya.
Dengan demikian, orang yang melakukan tawassul tidak bisa
digolongkan kepada orang yang syirik apalagi kafir. Sebab orang yang
bertawassul tidak bermaksud untuk memohon atau menyembah kepada orang atau
suatu benda.
Cara melakukan tawassul, salah satunya adalah dengan
mengucapkan kalimat :
أَلَّلهُمَّ إِنِّيْ أَسْئَلُكَ بِنَيِّكَ مُحَمَّدٍ فِي
كَذَا....
atau
أَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْئَلُكَ بِحَقِّ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ
عَلَيْكَ فِي كذا..
Penting
dicatat bahwa dalam hal ini kita menjadikan Rasulullah SAW sebagai perantara
kita dalam berdoa. Bukan justru kita meminta kepada beliau. Sebab hal ini haram
bahkan termasuk syirik. Sebab
tidak ada dzat yang berhak disembah dan diminta karunianya, selain Allah
Azza wa Jalla.
Sekian. Semoga
bermanfaat.
Thursday, 10 May 2012
KEBRUTALAN WAHABI.
Misi dari gerakan wahabi sebenarnya hanya satu, yaitu memecah umat
islam. Dalam sepak terjangnya, wahabi berkilah dengan segala cara.
Hadits dimanipulasi, kitab-kitab ahlus sunnah banyak yang dirubah, semua
itu sebenarnya tak lain lagi hanya untuk menyokong gerakan mereka.
Namun kami selalu yakin bahwa akan selalu ada generasi ahlus sunnah wal
jama'ah yang akan mampu mengoyak dan membongkar kedok mereka, menerobos
tembok-tembok muslihat mereka dengan hujjah yang tak terbantahkan.
UNGKAP DOSA WAHABI.
Rabu
8 Syawal 1345 Hijriah bertepatan dengan 21 April 1925 mausoleum
(kuburan besar yang amat indah) di Jannatul al-Baqi di Madinah diratakan
dengan tanah atas perintah Raja Ibnu Saud. Siapa yang tidak tahu
sejarah berdarah wahabi? Atas perintah raja Ibnu Saud, Sekte buatan
yahudi ini Di tahun yang sama menghancurkan makam orang-orang yang
disayangi Rasulullah Saw (ibunda, istri, kakek dan keluarganya) di
Jannat al-Mualla (Mekah).
Penghancuran situs bersejarah dan
mulia itu oleh Keluarga al-Saud yang Wahabi itu terus berlanjut hingga
sekarang. Menurut beberapa ulama apa yang terjadi di tanah Arabia itu
adalah bentuk nyata konspirasi Yahudi melawan Islam, di bawah kedok
Tauhid. Sebenarnya, tujuan utamanya adalah secara sistematis ingin
menghapus pusaka dan warisan Islam yang masih tersisa agar Kaum Muslim
terputus dari sejarah Islam.
BEDAH KEBUSUKAN WAHABI.
Pembajakan
kitab tidak hanya dilakukan oleh penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah di
Lebanon terhadap kitab Sirajut Thalibin karya Syekh Ihsan Jampes.
Belakangan diungkap beberapa manipulasi dalam kitab terbitan Timur
Tengah yang beredar di Indonesia.
Pengasuh Pondok Pesantren
Denanyar Jombang KH Aziz Masyhuri mengungkapkan, dalam kitab Al-Adzkar
terbitan Saudi Arabia, salah satu bagian penting yang menjelaskan
tentang ajaran tentang berdoa dengan perantara atau tawashul sengaja
dihapus, karena dianggap bertentangan dengan ajaran Wahabi. Padahal
kitab yang dikaji di berbagai pesantren itu ditulis oleh ulama Sunni
yang menganjurkan tawashul.
Tuesday, 17 April 2012
pemalsuan kitab oleh wahabi
Sejak abad dua belas Hijriah yang lalu, dunia Islam dibuat heboh oleh lahirnya gerakan baru yang lahir di Najd. Gerakan ini dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdi dan populer dengan gerakan Wahabi. Dalam bahasa para ulama gerakan ini juga dikenal dengan nama fitnah al-wahhabiyah, karena dimana ada orang-orang yang menjadi pengikut gerakan ini, maka di situ akan terjadi fitnah. Di sini kita akan membicarakan fitnah Wahabi terhadap kitab-kitab para ulama dahulu.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa aliran Wahabi berupaya keras untuk
menyebarkan ideologi mereka ke seluruh dunia dengan menggunakan segala
macam cara. Di antaranya dengan mentahrif kitab-kitab ulama terdahulu yang tidak menguntungkan bagi ajaran Wahhabi. Hal ini mereka lakukan juga
Wednesday, 21 March 2012
Asy’ariyyah Bukan Ahlussunnah Kata Wahhabi
Oleh : Sultan Mahesa Jenar
Asy’ariyyah adalah sebutan bagi sebuah faham atau ajaran aqidah yang dinisbatkan kepada Syaikh Abul-Hasan Ali al-Asy’ari (Lahir dan wafat di Basrah tahun 260 H- 324 H.).
Para pengikutnya sering disebut dengan Asy’ariyyuun atau Ahlussunnah al-Asya’irah (Bukan mazhab al-Asy’ari, tapi yg mengikuti metode penanaman Aqidah Shohihah).
Abul-Hasan Ali Al-Asy’ari, yang kemudian dikenal sebagai pemersatu aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, memiliki garis keturunan (garis ke-10) dari seorang Sahabat Rasulullah Saw. yang terkenal keindahan suaranya dalam membaca al-Qur’an, yaitu Abu Musa al-Asy’ari. Beliau lahir 55 tahun setelah wafatnya al-Imam Syafi’I, dan Abul-Hasan al-Asy’ari adalah pengikut Mazhab Syafi’i.
Kaum USILIYYUN telah terang-terangan menyatakan bahwa Asy’ariyyah bukan Ahlussunnah, seperti dalam artikel:
http://ahlussunnah.info/2009/12/29/artikel-ke-29-asy%E2%80%99ariyyah-bukan-ahlus-sunnah/8/
.
Asy’ariyyah menurut kaum Usiliyyun wal Jama’ah adalah bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, melainkan aliran bid’ah yang harus dijauhi. Perhatikanlah fatwa-fatwa ulama Salafi & Wahabi berikut ini:
SYAIKH ABDULLAH BIN ABDURRAHMAN AL-JIBRIN (ulama Usiliyyun)berkata:
“Kemudian muncul juga kelompok yang lain, dan mereka menyebut dirinya Asy’ariyah. Mereka mengingkari sebagian sifat Allah dan menetapkan sebagian yang lain. Mereka menetapkan sifat-sifat tersebut berdasar kepada akal. Maka tidak diragukan lagi bahwa hal itu merupakan bid’ah dan perkara baru dalam agama Islam” (Ensiklopedia Bid’ah, hal. 140).
“Tetapi, apakah Asya’irah dan Maturidiyah itu Ahlussunnah, ataukah mereka termasuk Ahli Kalam? Hakikatnya, mereka ini termasuk Ahli Kalam. Mereka (Kaum Asy’ariyyah) bukan termasuk Ahlussunnah, walaupun mereka ahlul-millah, ahli qiblah (umat Islam). Dikarenakan al-Asya’irah dan Maturidiyah itu menyelisihi Ahlussunnah Wal-Jama’ah” ( lihat Majalah As-Sunnah, edisi 01/tahun XII, April 208, hal. 35).
Ungkapan di atas adalah sebuah fitnah dan penipuan besar terhadap Asy’ariyyah, sebab tidak seorang pun dari ulama yang menyatakan hal seperti itu kecuali kaum Usil & Jahil.
Hal ini lebih di sebabkan Metode Imam Asy’ari yg meyakini adanya Ayat-ayat Mutasyabihat, yg harus di takwil sesuai ayat Laisa Kamistlihi Syaiun
Namun anehnya, Syeikh Super Man mereka, Ya’ni Ibnu Taymiyyah dalam menuturkan tentang Asy’ariyyah, pernah berkata :
والعلماء أنصار علوم الدين والأشاعرة أنصار أصول الدين ( الفتاوى الجزء الرابع)
“PARA ULAMA ADALAH PEMBELA ILMU AGAMA DAN AL-ASYA’IRAH PEMBELA DASAR-DASAR AGAMA (USHULUDDIN) “ (AL-FATAAWAA, JUZ 4)
Secara tidak langsung Ibnu Taimiyah masih mengakui Asy’ariyyah termasuk bagian dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah terutama pada pendapat-pendapat yang ia anggap sejalan dengan prinsip al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’ ulama salaf.
Sedangkan kaum Salafi & Wahabi belakangan lebih cenderung menganggap Asy’ariyyah sebagai aliran sesat yang bukan termasuk Ahlussunnah Wal-jama’ah.
Perhatikanlah pernyataan para ulama berikut ini:
إِذَا أُطْلِقَ أَهْلُ السُّنَّةِ فَالْمُرَادُ بِهِ اْلأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةُ (إتحاف سادات المتقين، محمد الزبدي، ج. 2، ص. 6)
“Apabila disebut nama Ahlussunnah secara umum, maka maksudnya adalah Asya’irah (para pengikut faham Abul Hasan al-Asy’ari) dan Maturidiyah (para pengikut faham Abu Manshur al-Maturidi” (Ithaf Sadat al-Muttaqin, Muhammad Az-Zabidi, juz 2, hal. 6.).
وأما حكمه على الإطلاق وهو الوجوب فمجمع عليه في جميع الملل وواضعه أبو الحسن الأشعري وإليه تنسب أهل السنة حتى لقبوا بالأشاعرة ( الفواكه الدواني، أحمد النفراوي المالكي، دار الفكر، بيروت، 1415، ج: 1 ص 38):
“Adapun hukumnya (mempelajari ilmu aqidah) secara umum adalah wajib, maka telah disepakati ulama pada semua ajaran. Dan penyusunnya adalah Abul Hasan Al-Asy’ari, kepadanyalah dinisbatkan (nama) Ahlussunnah sehingga dijuluki dengan Asya’irah (pengikut faham Abul Hasan al-Asy’ari)” (Al-Fawakih ad-Duwani, Ahmad an-Nafrawi al-Maliki, Dar el-Fikr, Beirut, 1415, juz 1,hal. 38).
كذلك عند أهل السنة وإمامهم أبي الحسن الأشعري وأبي منصور الماتريدي (الفواكه الدواني ج: 1 ص: 103 )
“Begitu pula menurut Ahlussunnah dan pemimpin mereka Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi” (Al-Fawakih ad-Duwani, juz 1 hal. 103)
وأهل الحق عبارة عن أهل السنة أشاعرة وماتريدية أو المراد بهم من كان على سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فيشمل من كان قبل ظهور الشيخين أعني أبا الحسن الأشعري وأبا منصور الماتريدي (حاشية العدوي، علي الصعيدي العدوي، دار الفكر، بيروت، 1412 ج 1، ص.151 )
“Dan Ahlul-Haqq (orang-orang yang berjalan di atas kebenaran) adalah gambaran tentang Ahlussunnah Asya’irah dan Maturidiyah, atau maksudnya mereka adalah orang-orang yang berada di atas sunnah Rasulullah Saw., maka mencakup orang-orang yang hidup sebelum munculnya dua orang syaikh tersebut, yaitu Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi” (Hasyiyah Al-’Adwi, Ali Ash-Sha’idi Al-’Adwi, Dar El-Fikr, Beirut, 1412, juz 1, hal. 105).
والمراد بالعلماء هم أهل السنة والجماعة وهم أتباع أبي الحسن الأشعري وأبي منصور الماتريدي رضي الله عنهما (حاشية الطحطاوي على مراقي الفلاح، أحمد الطحطاوي الحنفي، مكتبة البابي الحلبي، مصر، 1318، ج. 1، ص4 ).
“Dan yang dimaksud dengan ulama adalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, dan mereka adalah para pengikut Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi radhiyallaahu ‘anhumaa (semoga Allah ridha kepada keduanya)” (Hasyiyah At-Thahthawi ‘ala Maraqi al-Falah, Ahmad At-Thahthawi al-Hanafi, Maktabah al-Babi al-Halabi, Mesir, 1318, juz 1, hal. 4).
PERNYATAAN PARA ULAMA DI ATAS MENUNJUKKAN BAHWA TUDUHAN DAN FITNAHAN KAUM USIL WAL JAHIL TERHADAP ASY’ARIYYAH ADALAH TIDAK BENAR DAN MERUPAKAN KEBOHONGAN YANG DIADA-ADAKAN.
DI SATU SISI MEREKA MENGELIMINASI (MENIADAKAN) ASY’ARIYYAH
DARI DAFTAR KUMPULAN AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH, DI SISI LAIN MEREKA MALAH DENGAN YAKINNYA MENYATAKAN DIRI SEBAGAI KELOMPOK AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH YANG SEBENARNYA.
Subscribe to:
Posts (Atom)