Dalam berbagai media, sering kita dapati beberapa tulisan yang mendiskriditkan faham2 yg selama ini telah di jalankan dan di Yakini oleh Mayoritas Kaum Muslimin dengan menuqil2 dan bahkan memalsukan Nama Imam Madzhab tanpa adanya penyelidikan lebih lanjut sesuai slogan yg sering di kumandangkan yaitu “Kembali kepada Al Quran dan Hadits yang Sahih sesuai Pemahaman salafussalih”.
Slogan itu seringkali hanya sebatas wacana kosong, jika saja kita tahu dan sedikit mengkoreksi Perkataan2 mereka yang hanya merupakan Doktrin gelap, tidak lebih apa yang mereka perjuangkan hanya sebatas keluar dari sikap fanatik buta dan Ghuluw kepada Ulama Faforit mereka saja.
Mereka sangat bersemangat untuk memporak porandakan tatanan yang sudah ada dengan dalih apapun yg di suka, Syirik, Khurofat, Bid’ah, Penyembah Kuburan, dll. Terlebih dalam masalah Aqidah yg di cetuskan Oleh Imam Ibnu Taymiyyah, yang mana Aqidah yang di cetuskan ini hampir -+200 th tidak di terima oleh mayoritas Cendikiawan Muslimin seluruh Dunia kecuali sebagian dari Murid2 Beliau saja, dan di bangkitkan kembali Oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dg motif perebutn kekuasaan, yang kemudian di sebut sebagai gerakan Wahabi.
Kali ini saya akan coba mengemukakan salah satu Fakta Doktrin Faforit mereka tentang “Allah ada di Langit” yang dalam hal ini, mereka tidak malu2 membawa kebohongan mengatasnamakan Imam Abu Khanifah, walaupun sebenarnya sudah ada di sini secara detail, namun pada kesempatan ini akan saya coba mengetengahkan dari sisi yang lain.
قال العلامة ابن الجوزي ص 69 في كتابه دفع شبه التشبيه بأكف التنزيه:
أن الامام الاعظم رحمه الله تعالى قال : ” من قال لا أعرف ربي في السماء أم في الارض فقد كفر . لان الله يقول : (الرحمن على العرش استوى) وعرشه فوق سبع سموات . . . “
“Al ‘Allamah Ibnu al Jauzi mengatakan pada hal 69 dalam Kitabnya Daf’u Syubahi al Tasybihi bi Akaffit Tanzih Bahwa Imam Abu Khanifah merngatakan: Barang siapa yg mengatakan Aku tidak tahu Tuhanku di Langit atau di Bumi, maka dia telah Kafir, Karena Allah ta’ala telah bersabda: (الرحمن على العرش استوى) dan ‘ArasyNya ada di atas Langit Tujuh”
Hal yang serupa juga ada di Kitab Faforit mereka yaitu Syarah Kitab ‘Aqidah Al Thokhawiyyah oleh Ibnu Abdil,izz hal 288 yang di tahqiq oleh Al Albani sebagai berikut:
وكلام السلف في إثبات صفة العلو كثير جدا: فمنه: ما روى شيخ الإسلام أبو إسماعيل الأنصاري في كتابه: الفاروق، بسنده إلى مطيع البلخي: أنه سأل أبا حينفة عمن قال: لا أعرف ربي في السماء أم في الأرض ؟ فقال: قد كفر؛ لأن الله يقول: {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى} وعرشه فوق سبع سماوات، قلت: فإن قال: إنه على العرش، ولكن يقول: لا أدري العرش في السماء أم في الأرض ؟ قال: هو كافر، لأنه أنكر أنه في السماء، فمن أنكر أنه في السماء فقد كفر.
“Perkataan Para Salaf dalam menetapkan Sifat “Al ‘uluwwu” (maaf saya tidak berani menerjemahkannya sebagaiman mereka menerjemahkan Kalimat Al ‘Uluwwu itu dg ketinggian Dzat) sangat banyak, antara lain: Seperti apa yg di riayatkan oleh Syaikhul Islam Abu Isma,il Al Anshori dalam kitabnya “Al Faruq” dg sanad yg tersambung dengan Muthi, Al Balkhi, yang mana Beliau telah bertanya kepada Imam Abu Khanifah akan halnya orang yang mengatakan Aku tidak tahu Tuhanku di Langit atau di Bumi?, maka dia telah Kafir, Karena Allah ta’ala telah bersabda: (الرحمن على العرش استوى) dan ‘ArasyNya ada di atas Langit Tujuh, kemudian aku bertanya: jika Orang itu berkata Sesungguhnya Allah di atas Arasy, tapi dia mengatakan Aku tidak tahu ‘Arasy itu di Langit atau di Bumi? Imam Abu Khanifah Mengatakan/menjawab: dia telah kafir, karena dia telah ingkar adanya ‘Arasy di langit, barang siapa yang Ingkar bahwa ‘Arasy itu ada di langit dia telah Kafir”
Sebenarnya masih panjang lebar dalam Kitab itu menerangkan yang intinya Allah ada di Langit/ ‘Arasy, namun kiranya saya cukupkan sekian saja, toh pada intinya saya cuma mau kasih bukti saja tanpa bermaksud melakukan pemotongan Teks Aslinya, sedangkan teks yang panjang lebar itu kesimpulannya juga saling berkaitan dan tidak ada perbedaan Maksud dari apa yang saya tuliskan di atas.
Nah sekarang bagaimana komentar para ‘ulama akan legalnya Perkataan Imam Abu Khanifah tersebut di tinjau dari sisi periwayatannya? bukankah dengan Hadits saja sesuai slogan mereka haruslah yang sahih, bagaimana dg perkataan ‘ulama? apakah harus meninggalkan Manhaj sahih itu? mari kita cermati sebentar.
Ternyata di dalam perowi tersebut kebanyakan yang di nuqil dalam Kitab2 mereka sampai kepada yang namanya “ABU MUTHI, AL BALKHY” justru dari Al Khafidl Al Dzahabi sendiri mengatakan dalam Kitabnya “Al Mizan” juz1 hal 574 menyatakan:
“ قال الامام أحمد : لا ينبغي أن يروى عنه شئ وعن يحيى بن معين : ليس بشئ “
“Berkata Imam Ahmad: “Tidak seyogyanya meriwayatkan sesuatu darinya (ABU MUTHI, AL BALKHY), dan dari Yahya bin Ma,in: “Dia (ABU MUTHI, AL BALKHY) bukan siapa2 (tidak terhitung orang yg kridible pen)”
Sementara Al Hafidl Ibnu Hajar mengatakan dalam Kitabnya “Lisan Al Mizan” juz 2 hal 335 cet Al Hindiyyah:
. : ” قال أبو حاتم الرازي : كان مرجئا كذابا . . . . ” .
“Imam Al Rozi mengatakan: Kana (ABU MUTHI, AL BALKHY) adalah Murji’ah dan Pembohong”
Sekarang bagaimana mungkin dalam menetapkan Aqidah Al Jauzi justru mengambil dari pembohong? dan yang lebiih parah lagi Kaum Usiliyyun menelan mentah2 begitu saja apa yang di katakan Imam mereka? Jika Berbohong dengan mengatasnamakn Rosulullah Shollallahu ‘alaihi w Sallam itu dosa besar, apakah berbohong dan menyebarkan kebohongan mengatas namakan Imam Abu Khanifah boleh2 saja?
No comments:
Post a Comment